alert("WELCOME TO elfa Fajri's BLOG");

Selasa, 28 Juni 2011

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI BEBERAPA TANAMAN OBAT DI INDONESIA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID
DARI BEBERAPA TANAMAN OBAT DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

            Indonesia adalah salah satu negara mega biodiversity dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam, namun hanya sebagian kecil yang telah diekplorasi, diteliti serta dimanfaatkan. Penyakit degeneratif seperti kanker, tekanan darah tinggi, penyakit gula, dan lain sebagainya semakin banyak dan mudah ditemui di kalangan masyarakat kita, pada dasarnya penyakit degeneratif tersebut diakibatkan karena proses metabolisme tubuh yang menghasilkan radikal bebas berlebihan sehingga mengakibatkan kerusakan pada fungsi sel-sel tubuh (Helliwel dan Gutteridge, 1989 dalam Akhmad). Berbagai macam jenis obat telah diproduksi, baik merupakan hasil sintesis kimia maupun dari sumber daya alam.
            Tanaman merupakan sumber kekayaan alam yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Setiap akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa kimia yang berbeda. Senyawa kimia inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kini penggunaan dan permintaan terhadap tanaman obat tradisional bertambah sehingga penelitian ke arah obat-obatan tradisional semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena efek samping obat tradisional yang lebih kecil daripada obat modern (Heinnermen, 2003 dalam Astiti, 2009).
            Tanaman obat merupakan jenis tanaman yang dipercaya masyarakat mempunyai khasiat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Obat tradisional digunakan untuk berbagai macam tujuan seperti menjaga kesegaran dan kesehatan tubuh secara keseluruhan, menyembuhkan penyakit tertentu, mengatur kehamilan dan kosmetik (Liu, 1999 dalam Astiti, 2009).
            Tanaman obat di Indonesia telah lama dikenal dan gunakan secara turun temurun dan diwariskan dari satu geerasi ke generasi berikutnya, namun hanya sebagian kecil yang telah diteliti secara tuntas perihal kandungan senyawa aktifnya, aktivitasnya (baik secara in vitro maupun in vivo) maupun cara kerjanya.
            Perkembangan pengetahuan saat ini menunjukkan hubungan antara kimiawi radikal dengan keterlibatannya pada proses biologi normal ataupun pada beberapa penyakit yang dihubungkan dengan ketuaan. Stres oksidatif, yang diinduksi oleh radikal, diketahui sebagai salah satu faktor penyebab penyakit degeneratif. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan sintetik
(Rohdiana, 2001 dalam Titik et al., 2007) maka antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih.
            Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/ spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell and Gutteridge, 2000 dalam Abdul, 2005).
            Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidasi lipid pada makanan. Beberapa tahun terkhir terjadi peningkatan minat untuk
mendapatkan antioksidan alami. Studi menunjukkan senyawa fenolik seperti flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan penangkap radikal (Cos et al., 2001 & Gulcin et al., 2004 dalam Titik et al., 2007).
            Antioksidan sintetik seperti BHA, (butil hidroksi anisol), BHT (butil hidroksi toluen), PG (propil galat), dan TBHQ (tert-butil Hidrokuinon) dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Amarowicz et al., 2000 dalam Abdul, 2005) sehingga penggunaan antioksidan alami mengalami peningkatan.
            Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi antioksidan fenolik alami yang terdapat dalam buah, sayur mayur, dan tanaman serta produk-produknya
mempunyai manfaat besar terhadap kesehatan yakni dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit jantung koroner (Ghiselli et al., 1998). Hal ini disebabkan karena adanya kandungan beberapa vitamin (A,C,E dan folat), serat, dan kandungan kimia lain seperti polifenol yang mampu menangkap radikal bebas (Gill et al., 2002 dalam Abdul, 2005).           
            Senyawa-senyawa polifenol seperti flavonoid dan galat mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal (radical scavenging) dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang (Pokorny et al., 2001dalam Abdul, 2005).
            Secara in vitro, flavonoid merupakan inhibitor yang kuat terhadap peroksidasi lipid, sebagai penangkap spesies oksigen atau nitrogen yang reaktif, dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Halliwell and Gutteridge, 2000 dalam Abdul, 2005).
BAB II
PEMBAHASAN

            Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang bisa dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis.
1.    Daun Kepel
            Aktivitas antioksidan penangkap radikal  DPPH semua isolat yang diperoleh dari hasil
pemisahan secara kromatografi (isolat A1, B2, B3, B4a dan B4b) menunjukkan bahwa isolat A1 dan B4b mempunyai aktivitas antioksidan penangkap radikal yang relatif lebih tinggi dibandingkan ketiga isolat yang lain (Gambar 1). Kedua isolat tersebut pada konsentrasi 32 μg/mL mempunyai aktivitas penangkap radikal lebih dari 90%. Tiga isolat yang lain pada konsentrasi sama menunjukkan aktivitas yang lebih rendah. Isolat B3 dan B4a pada konsentrasi larutan uji 32 μg/mL bahkan belum mampu menangkap 50% radikal DPPH.
            Berdasarkan profil data yang diperoleh, maka hanya isolat yang pada rentang kadar
1-32 μg/mL mampu menunjukkan aktivitas lebih dari 50.% saja yang dihitung nilai EC50,
sedangkan isolat yang pada rentang kadar tersebut diatas menunjukkan aktivitas kurang
dari 50% tidak dilakukan ekstrapolasi. Hasil pengujian menunjukkan isolat B4b mempunyai
potensi antioksidan penangkap radikal dengan EC50 6,43 μg/mL. Aktivitas isolat B4b yang paling tinggi dibandingkan keempat isolat yang lain meskipun dengan isolat A1 selisih nilai EC50 hanya sebesar 0,42 μg/mL. Aktivitas antioksidan isolat B2 lebih rendah dibandingkan A1 dan B4b. Dua isolat yang kurang aktif sebagai antioksidan penangkap radikal adalah isolat B3 dan B4a. Nilai EC50 masing-masing isolat terlihat pada Tabel I.
            Perbedaan aktivitas ini kemungkinan disebabkan masing-masing isolat yang diduga flavonoid tersebut mempunyai gugus hidroksi dengan jumlah dan lokasi pada kerangka
flavonoid yang berbeda. Gulcin et al. (2004) dan Pokorni et al., (2001) menyatakan bahwa
aktivitas antioksidan dari senyawa alamiah yang berasal dari tanaman seperti flavonoid
disebabkan adanya gugus hidroksi pada struktur molekulnya. Flavonoid dengan gugus hidroksi bebas mempunyai aktivitas penangkap radikal dan adanya gugus hidroksi lebih dari satu terutama pada cincin B akan meningkatkan aktivitas antioksidannya.
            Hasil identifikasi isolat A1, B2 dan B3 pada kromatografi kertas memberikan data tercantum pada Tabel II. Masing-masing isolat setelah hidrolisis menghasilkan bercak dengan nilai hRf yang berbeda dengan isolat awalnya. Hal ini menunjukkan ketiga isolat tersebut merupakan O-glikosida. Warna biru terang isolat A1 dibawah sinar UV 366 nm dan menjadi biru kehijauan setelah diberi uap amoniak kemungkinan suatu flavon, flavanon tanpa 5-OH atau flavonol tanpa 5-OH tetapi tersubstitusi pada 3-OH. Warna bercak isolat B2 dan B3 berwarna ungu gelap dibawah sinar UV 366 nm dan setelah diberi uap amoniak menjadi coklat kemungkinan suatu 5-OH flavon, flavanon atau flavonol (tersubstitusi pada 3OH).
            Dari daun S. burahol. diperoleh isolat yang semuanya mempunyai aktivitas antioksidan  penangkap radikal dan B4b merupakan isolat paling aktif dengan EC50 6,43 μg/mL. Identifikasi B4b dengan spektrum ultraviolet, infra merah dan 1H-NMR menunjukkan 3,7,3',4'- tetrahidroksi-5-metil flavon.

2.    Kacang kedelai
            Karakterisasi senyawa hasil isolasi yang dilakukan dengan analisis spektrofotometri UV-Vis menghasilkan data panjang gelombang absorpsi dan absorbansi yang dipaparkan pada Tabel 1.
            Berdasarkan spektrum UV-Vis dari isolat dalam MeOH dihasilkan 2 pita serapan, yaitu pita I terletak pada panjang gelombang 312,9 nm dan pita II terletak pada panjang gelombang 268,2 nm. Dari spektrum yang diperoleh diduga isolat ini mengandung senyawa flavon atau isoflavon, karena kedua senyawa tersebut memberikan rentang serapan pada pita I 310 nm-350 nm dan pita II 250 nm-280 nm (flavon) dan pita I 310 nm-330 nm dan pita II 245 nm-275 nm (isoflavon), namun dari warna yang ditunjukkan pada uji fitokimia menunjukkan bahwa isolat mengandung senyawa flavonoid golongan isoflavon.

3.    Tempuyung
            Kromatografi kertas yang dilakukan menghasilkan 5 buah pita yang terpisah secara jelas yang memberikan flouresensi yang berbeda-beda di bawah lampu UV dan sinar tampak 366 nm dengan bantuan uap amoniak. Dari warna-warna yang timbul di dapat petunjuk kemungkinan-kemungkinan flavonoid yang terdapat masing-masing pita berdasarkan literature (9, 13). Uraian pita tersebut adalah :
            Dari ke-5 pita tersebut, kemudian dilihat profil kromatogramnya menggunakan spektrometri UV-vis, ternyata kromatogram pita 2 sesuai dengan data literature. Gambar spektrum pita 2 tersebut dapat dilihat di bawah ini.

    Gambar2. Spektrum pita 2
Keterangan :
Pita 2, Puncak 1 = 343 nm, Puncak 2 = 254 nm

            Dari pendugaan warna dan pola puncak spektrum, maka dapat dikatakan bahwa golongan senyawa flavonoid pita 2 adalah flavon/flavonol. Penambahan NaOH, puncak 1 mengalami pergeseran batokromik sebesar +57 nm mengarah pada substitusi posisi 4’-OH. Sementara itu penambahan natrium asetat, menyebabkan puncak 2 mengalami pergeseran batokromik sebesar +12. Dari data tersebut, dapat diduga bahwa pita 2 adalah senyawa flavonoid golongan flavon, yaitu 7,4’-hidroksi flavon dengan struktur kimia sebagai berikut:

























BAB III
KESIMPULAN
  1. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/ spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti karsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan.
  2. Senyawa-senyawa polifenol seperti flavonoid dan galat mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme penangkapan radikal (radical scavenging) dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang.
  3. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang UV-vis.
  4. Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Tanaman obat yang mengandung flavonoid antara lain :
·         Daun kepel
·         Kacang kedelai
·         Tempuyung














DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman & Sugeng Riyanto. 2005. Daya antioksidan ekstrak etanol Daun Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara in vitro. majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 136-140.
Akhmad Darmawan, Andini Sundowo, Sofa Fajriah & Nina Artanti. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Toksisitas Ekstrak Metanol Beberapa Jenis Benalu. Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kawasan PUSPIPTEK, Serpong – Tangerang.
Astiti Asih, I. A. R. 2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang Kedelai  (Glycine max). Jurnal Kimia 3 (1), 33-40.
Sriningsih, Hapsoro Wisnu Adji, Wahono Sumaryono, Agung Eru Wibowo, Caidir, Firdayani, Susi Kusumaningrum, Pertamawati Kartakusum. Analisa Senyawa Golongan Flavonoid Herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.). Pusat P2 Teknologi Farmasi dan Medika Deputi Bidang TAB BPPT & Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.
Titik Sunarni, Suwidjiyo Pramono & Ratna Asnah. 2007. Flavonoid Antioksidan penangkap radikal dari daun kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 111-116.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar