A. PENDAHULUAN
Tumbuhan Katu (Sauropus androgynus (L.) Merr.) telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dan beberapa negara tetangga, baik sebagai obat tradisional, sebagai sayuran atau pewarna. Dilaporkan bahwa tumbuhan ini sering digunakan untuk pengobatan demam, bisul, borok, frambusia, sebagai diuretik, memperlancar ASI dan obat luar. Tetapi disebutkan juga bahwa konsumsi daun katu yang berlebihan dapat menimbulkan pusing, mengantuk dan sembelit.
Penelitian tentang kandungan daun katu yang tumbuh di Indonesia belum banyak dilakukan. Oleh karena itu dalam rangka menunjang program pemerintah untuk pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi sediaan fitofarmaka, perlu dilakukan penelitian kandungan kimia tumbuhan obat yang telah banyak digunakan oleh masyarakat, sehingga dapat membantu proses standardisasi bahan baku obat tradisional.
Pada kesempatan ini dilakukan penelitian kandungan senyawa flavonoid yang terdapat pada daun katu, dengan tujuan untuk mengetahui jenis flavonoid yang terdapat pada daun katu.
B. METODE PENELITIAN
Sejumlah 1 gram serbuk bahan ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring, filtrat digunakan sebagai larutan percobaan.
Ke dalam 5 ml larutan percobaan ditambahkan sedikit serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil-alkohol, dikocok dengan kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna jingga atau merah jingga pada lapisan amil-alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid pada waktu tumbuhan tersebut sedang berbunga. Setelah dibersihkan dari bagian tumbuhan lain, dari bahan organik asing dan pengotor lainnya, daun dikeringkan secara alami di udara dengan tidak dikenai sinar matahari langsung, kemudian digiling dan diayak dengan ayakan nomor 6, sehingga diperoleh serbuk dengan derajat kehalusan tertentu.
Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut mula-mula n-heksana kemudian etanol 95%.
Sejumlah 1 kg serbuk kering daun katu pertama-tama diekstrasi dengan n-heksana berkali-kali sampai filtrat jernih. Ampas dikeringkan kemudian diekstraksi dengan etanol 95% berkali-kali hingga filtrat jernih. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental. Pada penelitian ini yang digunakan adalah ekstrak etanol. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 1.
Isolasi senyawa flavonoid dikerjakan dengan metode Charaux-Paris. Ekstrak pekat etanol dilarutkan dalam air panas, disaring kemudian diekstraksi dengan n-heksana, fraksi n-heksana dikumpulkan dan di pekatkan, diperoleh fraksi n-heksana pekat. Fraksi air diekstraksi dengan kloroform, fraksi kloroform dikumpulkan dan dipekatkan diperoleh fraksi kloroform pekat. Fraksi air diekstrasi lagi dengan etil asetat, fraksi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan, diperoleh fraksi etil asetat pekat. Kemudian fraksi air diekstraksi dengan n-butanol, fraksi n-butanol dikumpulkan dan dipekatkan, sehingga diperoleh fraksi n-butanol pekat. Ekstraksi dengan n-butanol dilakukan 3 kali, setiap kali dengan pelarut n-butanol yang baru, sehingga diperoleh fraksi n-butanol I, fraksi n-butanol II dan fraksi n-butanol III. Bagan fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Untuk melihat profil kromatografi dari setiap fraksi. digunakan cara kromatografi kertas. Masing-masing fraksi ditotolkan pada kertas Wathman no. 1, dielusi menggunakan cairan pengembang n-butanol - asam asetat – air.
Setelah diketahui bahwa fraksi yang mengandung jenis flavonoid terbanyak adalah fraksi n-butanol I, maka dilakukan isolasi senyawa flavonoid dengan cara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang yang digunakan : n-butanol–asam asetat–air (4:1:5)
- Jarak rambat : 40 cm
- Teknik pengembangan : Menurun.
- Penotolan : Bentuk pita.
- Pendeteksi : Sinar UV 254/ 366
Masing-masing pita kromatogram dipisahkan, dipotong kecil-kecil dan diekstraksi dengan metanol. Untuk pemurnian isolat dilakukan pengembangan kedua secara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang : Asam asetat 2 % dalam air
- Jarak rambat : 20 cm
- Teknik pengembangan : Menurun
- Penotolan : Bentuk pita
- Pendeteksi : Sinar UV 254/366
Setiap pita kromatogram yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan metanol, sehingga diperoleh beberapa isolat dari senyawa flavonoid.
Identifikasi senyawa golongan flavonoid dilakukan dengan mengamati warna fluoresensi di bawah sinar ultraviolet sebelum dan sesudah penambahan uap amonia terhadap bercak isolat yang diperoleh.
Kemudian dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet dilihat geseran batokromik setelah setiap isolat dalam larutan metanol diberikan pereaksi geser natrium hidroksida, aluminium klorida, asam klorida, natrium asetat, dan asam borat secara bergantian. Dengan melihat geseran batokromik tersebut dapat diidentifikasi jenis flavonoid [3,8].
Dilakukan juga pembuatan spektrum derivatisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV dan dibuat spectrum inframerah terhadap 2 (dua) isolat untuk lebih meyakinkan hasil identifikasi.
Dari proses isolasi terhadap fraksi n-butanol dengan menggunakan cairan pengembang I, didapatkan 5 (lima) bercak senyawa flavonoid yang mempunyai Rf 0.22, 0,29, 0,37, 0,48 dan 0,60. Bercak dominan adalah yang mempunyai Rf 0.37 dan 0,48. Kromatogram dapat dilihat pada Gambar 3.
Setelah dilakukan pemurnian dengan pengembangan ke II terhadap isolat, diperoleh bercak baru dengan Rf 0,51 yang berasal dari pemisahan bercak yang mempunyai Rf 0.37.
Setelah dilakukan identifikasi pendahuluan terhadap setiap isolat senyawa golongan flavonoid yang dilakukan dengan mengamati warna fluoresensi di bawah sinar ultra-violet sebelum dan sesudah penambahan uap amonia, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet untuk melihat geseran batokromik setelah direaksikan dengan pereaksi tertentu, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 1 dan Gambar 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Dari hasil analisis tersebut dapat diberikan pembahasan sebagai berikut:
Keterangan :
1=Fraksi kloroform, 2=Fraksi etil asetat, 3=Fraksi n-butanol III, 4=Fraksi n-Butanol I, 5= Fraksi n-butanol II, 6=Fraksi air.
Pengembang : n-butanol–as.asetat–air (60:22:1,2)
Penampak bercak : Lar. Aluminium klorida 5%, sinar UV dan uap ammonia
Hasil pemeriksaan pendahuluan pada senyawa ini mengarah pada glikosida flavonol dengan OH-3 tersubstitusi dan mempunyai OH-4’, atau flavon dengan OH-5, atau flavanon dengan OH-5 atau kalkon tanpa OH pada cincin B. Hal ini didasarkan pada bercak berwarna ungu gelap di bawah sinar UV, dan warna tersebut berubah menjadi kuning setelah direaksikan dengan uap ammonia.
Dalam larutan metanol senyawa ini memberikan 2 serapan maksimum yaitu pita I 358,0 dan pita II 258,0 sehingga menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah flavon atau flavanon. Adanya pundak pada serapan maksimum pita II menunjukkan adanya 2 atau lebih atom O pada cincin B.
Dengan penambahan natrium hidroksida serapan maksimum pita I menjadi 413,0, terjadi pergeseran batokromik 55 nm dan tanpa disertai penurunan intensitasnya, hal ini menunjukkan adanya OH-4’ bebas. Terbentuknya pita baru dengan serapan maksimum 333 menunjukkan adanya OH-7 bebas. Jadi senyawa tersebut mengarah ke flavonol bukan kalkon.
Dengan penambahan natrium asetat serapan maksimum pita II bergeser 15 nm tanpa penurunan intensitas, hal ini semakin memperkuat adanya OH-7 bebas, dengan penambahan asam borat pada larutan natrium asetat serapan amksimum pita I bergeser sebesar 22 nm, hal ini menunjukkan adanya ortodihidroksi ada cincin B.
Penambahan aluminium klorida mengakibatkan pergeseran batokromik serapan maksimum pita I sebesar 53 nm, ini menunjukkan adanya OH-5 bebas tanpa oksigenasi pada posisi 6 dan pergeseran berkurang pada penambahan asam klorida untuk pita I menunjukkan gugus ortodihidroksi. Dari data tersebut di atas, maka senyawa tersebut mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubstitusi, dengan OH pada posisi atom C nomor 5, 7, 4’, 5’, dan dengan melihat hasil derivatisasi dan spektrum inframerah maka senyawa SA-DE-1 mengarah pada struktur senyawa rutin. Hasil derivatisasi dan spectrum inframerah dapat dilihat pada Gambar 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, dan 17.
Hasil pemeriksaan pendahuluan isolat SA-DE-2 dengan melihat bercak berwarna ungu gelap dibawah sinar UV dan berubah menjadi kuning dengan uap amonia, serta adanya serapan maksimum pita I 348,0 nm dan pita II 267,0 nm dalam metanol, maka senyawa ini mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubstitusi atau kalkon. Dengan penambahan natrium hidroksida, serapan maksimum pita I bergeser batokromik sebesar 53 nm menjadi 401,0 nm tanpa pengurangan intensitas, hal ini menunjukkan adanya OH-4’ bebas. Terbentuknya pita baru dengan serapan 326 nm menunjukkan adanya OH-7 dan senyawa tersebut mengarah pada flavonol OH-3 tersubstitusi. Terjadinya pergeseran batokromik pita II sebesar 5 nm pada penambahan natrium asetat juga menunjukkan adanya OH-bebas. Pergeseran lebih kecil pada penam-bahan natrium asetat dan asam borat pada pita I menunjukkan adanya orto dihidroksi pada cincin A (dapat 6,7 atau 7,8).
Pergeseran batokromik pita I sebesar 50 nm pada penambahan aluminium klorida dan asam klorida menunjukkan adanya OH-5 bebas, tanpa oksigenasi pada 6.
Dari data spektrum ultraviolet tersebut, senyawa SA-DE-2 mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubstitusi dengan OH pada posisi atom C nomor 5, 7, 8 dan 4’. Puncak-puncak spektrum inframerah dari senyawa tersebut memberikan petunjuk adanya gugus OH (3400 cm-1 ), gugus ester C=O pada 1660 cm-1 dan C=O flavonoid 1600 cm-1. Gugus-gugus tersebut merupakan gugus utama flavonoid.
Melihat data spektrum inframerah dan ultraviolet belum cukup memberikan arah untuk menentukan jenis senyawa isolate SA-DE-2. Spektrum inframerah SA-DE-2 dapat dilihat pada Gambar 18.
Reaksi pendahuluan untuk senyawa SA-DE-3 memperlihatkan sebagai bercak berwarna ungu gelap di bawah sinar ultraviolet, setelah diberikan uap amonia bercak tersebut mengalami perubahan sedikit.
Dalam metanol puncak serapan pita I 346 nm dan pita II 267 nm, hal ini mengarahkan pada golongan flavon, flavonol OH-3 tersubstitusi atau Kalkon.
Pada penambahan natrium hidroksida puncak serapan pita I bergeser batokromik menjadi 399 nm dan mempunyai puncak intensitas yang tidak menurun, hal ini menunjukkan adanya OH-4’ bebas.
Pada penambahan natrium asetat terjadi pergeseran batokromik pita II 3 nm dan intensitas tidak menurun, hal ini menunjukkan adanya OH-7 dan mungkin adanya oksigenasi pada atom C nomor 6 atau 8.
Penambahan aluminium klorida dan asam klorida tidak terjadi perubahan pada pita I, kemungkinan ada OH-5 dengan gugus prenil pada 6.
Dari data spektrum ultraviolet tersebut, maka senyawa SA-DE-3 mengarah pada struktur flavonol OH-3 tersubtitusi dengan substitusi OH pada atom C nomor 5, 7, 4’ dan mungkin gugus prenil pada atom C nomor 6 dan oksigenasi pada atom C nomor 8.
Hanya dengan melihat data spektrum ultraviolet, belum dapat memberikan arah untuk identifikasi jenis senyawa SA-DE-3.
Dalam larutan metanol senyawa ini memberikan serapan pita I 344 nm dan pita II 269 nm. Dengan melihat bercak ungu gelap di bawah sinar ultra violet dan berubah menjadi hijau kuning setelah diberikan uap amonia, maka senyawa ini mengarah pada flavon, kalkon atau flavonol.
Pada penambahan natrium hidroksida terjadi pergeseran batokromik pita I sebesar 62 nm dan tanpa penurunan kekuatan, sehingga menunjukkan adanya OH-4’.
Penambahan natrium asetat menunjukkan adanya OH-7 dan mungkin ada oksigenasi pada 6 atau 8, ini dapat dilihat dengan adanya pergeseran pita II kurang dari 5 nm. Pergeseran batokromik 4 nm pada pita II dengan adanya penambahan natrium asetat dan asam borat menunjukkan adanya orto dihidroksi pada cincin A (6, 7 atau 7, 8).
Tidak berubahnya serapan maksimum pita II dengan penambahan aluminium klorida dan asam klorida menunjukkan kemungkinan adanya OH-5 dengan gugus prenil pada atom C nomor 6.
Dari data spektrum ultraviolet tersebut senyawa SA-DE-4 mengarah ke senyawa flavonol dengan OH-3 tersubstitusi dan substitusi OH terdapat pada posisi atom C nomor 5, 7, 8, 4’, dan kemungkinan ada gugus prenil pada atom C nomor 6.
Senyawa SA-DE-5 mempunyai pola spektrum ultraviolet yang sama dengan SA-DE-4, jadi kemungkinan kedua senyawa tersebut mempunyai struktur yang mirip hanya perbedaannya pada SA-DE-5 mempunyai ortho-dihidroksi pada cincin B, hal ini terlihat adanya pergeseran batokromik 15 nm pada pita I setelah penambahan natrium asetat dan asam borat.
Dalam larutan metanol senyawa ini memberikan serapan maksimum pita I 346 nm dan pita II 268 nm. Warna bercak ungu gelap di bawah sinar ultraviolet dan berubah sedikit bila diberikan uap amonia. Dari data tersebut senyawa ini mengarah kepada struktur flavon, flavonol OH-3 tersubstitusi atau khalkon.
Tetapi dengan adanya OH-7 (terlihat dengan adanya pergeseran batokromik pita II setelah penambahan natrium asetat), maka senyawa tersebut mengarah ke flavonol OH-3 tersubstitusi atau flavon. Pada penambahan natrium hidroksida maka terjadi pergeseran batokromik pita I dan tidak terjadi penurunan intensitas sebesar 53 nm, hal ini menunjukkan
adanya OH-4’ bebas.
Tidak terjadinya perubahan serapan maksimum Pita I pada penambahan aluminium klorida dan asam klorida menunjukkan kemungkinan adanya OH-5 dengan gugus prenil pada posisi atom C nomor 6.
Dari data spektrum tersebut, maka senyawa SA-DE-6 mengarah pada struktur flavon atau flavonol OH-3 tersubstitusi, dengan substitusi OH pada atom C nomor 5, 7, 4’ dan kemungkinan dengan gugus prenil pada atom C nomor 6.
KESIMPULAN
Enam senyawa flavonoid telah berhasil diisolasi dari daun katu dari ekstrak etanol 95%. Setelah dilakukan identifikasi salah satu senyawa flavonoid tersebut adalah rutin, sedangkan 5 senyawa lainnya mengarah kepada golongan flavonol OH-3 tersulih, atau golongan flavon. Senyawa rutin dapat digunakan sebagai zat identitas untuk daun katu.
Disarankan untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap senyawa flavonoid yang telah berhasil diisolasi, dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih.